RSS
Daftar di PayPal, lalu mulai terima pembayaran menggunakan kartu kredit secara instan.

Senandung Kehidupan



"Saya mungkin bukan penggemar lagu dangdut. Namun, 1 jam agaknya waktu yang terlalu sebentar buat saya untuk menikmatinya.

Suatu ketika, saya harus pulang walau larut malam. Sebenarnya, itu bukan saat yang tepat untuk pulang. Sebab, hari itu adalah hari yang menyebalkan dan menyedihkan. Nilai tes saya gagal,tidak ada kesempatan untuk mengikuti SPMB karena jadwal tes yang sama, dan beberapa hal lain yang membuat saya kesal. Memang, hari itu bukanlah hari terbaik buat saya.

Karena sudah terlalu larut, tak ada yang lagi kendaraan yang bisa mengantar saya ke rumah saudara yang letaknya agak jauh dari jalan. Tak ada ojek, apalagi angkot yang lewat. Lengkaplah sudah "penderitaan" ini. Lelah, kesal, dan perasaan marah, berkumpul pada saat itu. Saya lihat jam waktu itu sudah berada pada pukul 11.

Ditengah perjalanan, di sela-sela gang, saya bertemu dengan orkes pengamen jalanan. Suasana riuh saat itu. Lewat lagu dangdut yang mereka senandungkan, ada banyak orang yang berjoget, menari, dan ikut bernyanyi bersama pengamen itu. Dengan hanya bermodal gerobak dorong yang diisi dengan perangkat suara sederhana, mereka tampak bergembira menikmati malam itu.

Saya berhenti, dan memperhatikan mereka. Duh, begitu senang dan bahagia. Saya lihat lagi tawa yang mereka lepaskan. Begitu bebas. Begitu kontras dengan suasana hati saya malam itu. Ketipung dan Tamborine yang mereka mainkan, melagukan senandung yang meriah. Ada beberapa pria yang berjoget, juga beberapa anak jalanan. Asyik dan seru.

Saya masih tetap terpaku, dan tersihir akan kebahagiaan yang mereka pancarkan. Saya lihat wajah-wajah lelah, namun bahagia, dalam gurat-gurat muka mereka. Ah, pastinya mereka adalah orang-orang kecil, yang bekerja keras di siang hari, dan sedang melepaskan lelah di malam ini. Saya tatap mata-mata mereka. Mata-mata yang bahagia, walau hanya mampu menonton orkes kampung, dan bukan konser di panggung gemerlap.

Tak ada spotlight dan efek kabut dalam pentas ini. Yang ada hanya cahaya bulan, dan asap rokok yang mereka hisap. Tak ada gitar elektris, dan piano yang berdenting. Yang ada hanya ketipung dan tamborine yang digoyangkan. Tak ada bintang-bintang top malam itu. Yang ada hanyalah kuli-kuli bangunan, pekerja kasar, tukang-tukang becak, dan anak jalanan. Namun, "orkestra" malam itu, terasa lebih indah.

Saya masih tersihir dan menikmati lagu-lagu dangdut yang mereka mainkan. Ah, wajah-wajah itu kembali tergelak tertawa. Bejoget, berputar, meliuk-liuk, dan bergoyang, memutari gerobak dorong itu. Dduh, tangan-tangan itu kembali menari. Menjulang, mengalun, melambai seperti angin yang menghembus.

Tuhan, memang Maha Adil. Dia selalu datang dengan cara-cara yang tak terduga. Dia sedang menasehati saya dengan orang-orang kecil ini. Kebahagiaan yang mereka senandungkan, dapat meredam suasana hati saya malam itu. Lewat gendang ketipung dan kecrekan tamborine, mereka "membagikan" saya ketenangan agar terbebas dari rasa kesal ini.

Saya merasa iri dengan mereka, yang dapat berbahagia dengan apapun yang mereka miliki. Senandung, dan lagu-lagu kehidupan yang mereka lantunkan, adalah cerita tentang kebahagiaan yang tak pernah habis. Alunan bait-bait syair kehidupan yang mereka ucapkan, layaknya kisah tentang semangat pantang menyerah yang selalu mereka lakukan.

Tak terasa, sudah 1 jam berlalu, dan saya masih terpaku disana. Ah, mereka begitu jujur dan ikhlas menitipkan saya bahagia. Sambil diam-diam merasa iri dan cemburu dengan mereka, saya melangkah kembali pulang. Terima kasih kuli-kuli bangunan, tukang-tukang becak, anak-anak jalanan, ketipung, tamborine, gitar kayu, speaker tua, gerobak dorong, rembulan, dan bahagia-bahagia itu."

"Sekali lagi, terima kasih".

***

Sahabat, begitulah. Sikap dan perilaku yang kita lakukan, adalah layaknya senandung-senandung dalam hidup. Lantunan sifat yang kita perbuat, adalah layaknya suara-suara lagu yang mengalun. Ucapan dan pikiran-pikiran kita adalah seperti nada-nada yang sedang kita mainkan.

Namun, senandung macam apakah yang sedang kita lagukan? Adakah senandung-senandung marah dan kesal yang kita lontarkan? Lalu, lantunan lagu macam apa yang kita alunkan? Apakah lantunan dengki dan kesal? Nada-nada apakah yang sedang kita mainkan? Nada-nada sumbang, parau dan serak?

Adakah kita sedang melagukan "senandung-senandung" bahagia dan damai? Adakah, kita sedang melantunkan "lagu-lagu" ikhlas dan jujur? Atau, adakah kita sedang memainkan nada-nada indah sabar dan tawakal? Adakah itu semua dapat memberikan bahagia pada orang-orang di sekeliling kita?

Sahabat, lagu dan senandung kehidupan yang sedang kita dendangkan, adalah cermin bagi jiwa kita. Manakah yang Anda pilih? Senandung, alunan lagu, dan nada-nada damai dan nyaman? Ataukah senandung sumbang, alunan lagu benci dan dengki, atau nada-nada marah dan kesal?

Anda sendirilah yang akan menjadi komposer bagi semua itu. Padukanlah dengan indah.

Terima kasih telah membaca dan semoga menjadi inspirasi Sahabat hari ini....
Baca lanjutannya...

Secangkir Teh Pembawa Sial



Tak seperti biasa sebut saja Budi (bukan nama sebenarnya) memulai harinya dengan wajah yang lesu. Semalam ia harus menyelesaikan tugas matakuliah karena memang esok adalah hari terakhir mengumpulkannya. Raut lesu dan sayup terlihat jelas karena baru jam 3 pagi ia baru bisa terlelap. Padahal jadwal kuliah dimulai pukul delapan pagi.

Pagi itu, sang ibu yang memaksa Budi untuk bangun dan tak lupa ibunya menyiapkan sarapan ala kadarnya untuk keluarga. Menjadi kebiasaan dikala pagi, Budi sekeluarga sarapan bersama.

Namun, tak disangka pagi itu, saat sarapan, adik perempuannya menumpahkan secangkir teh tepat disamping Budi. Tak pelak Budi terhenyak, dan segala umpatan dan emosi keluar dari mulut Budi. Akibatnya sang adik pun menangis dan menyebabkan ketinggalan naik bis sekolah. Budi pun terpaksa harus mengantar adiknya karena jarak sekolahnya cukup jauh.

Kegiatan yang semula direncanakan mulai berantakan. Budi pun harus merelakan waktunya untuk mengantarkan adik. Di jalan ia memacu laju kendaraannya begitu cepat dan berbahaya.Namun sayang,jam sekolah telah dimulai dan adiknya pun dianggap telat oleh gurunya.

Hari itu menjadi hari terburuk Budi. Berawal dari teh yang tumpah,seakan-akan menjadi kutukan dalam kejadian-kejadian berikutnya. Sang adik telat, ia pun juga. Bahkan yang lebih parah, Budi kena tilang karena menerobos lampu lalulintas dan mengendarai motor melampaui batas kecepatan.
"Kalau tau begini, tadi gak usah sarapan saja,," begitulah ungkapan sesal Budi.

***

Sahabatku, apa yang telah terjadi diatas, atau mungkin dengan versi yang berbeda dengan apa yang kita alami sehari-hari adalah wujud dari ketidaksempurnaan kita untuk menguasai apa yang/akan kita lakukan.

Sahabatku, bukanlah salah karena Budi ditakdirkan menerima tumpahan teh dari adiknya namun reaksi setelah itu yang menjadi penentu kenapa Budi bernasib buruk.

"10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita."
"90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/memberi respon."

Kita sungguh-sungguh tidak dapat mengontrol 10% kejadian-kejadian yang menimpa kita. Kita tidak dapat mencegah kerusakan mobil. Pesawat mungkin terlambat, dan mengacaukan seluruh jadwal kita. Seorang supir mungkin menyalip kita di tengah kemacetan lalu-lintas. dan Kita tidak punya kontrol atas hal yang 10% ini.

Namun yang 90% lagi berbeda. itu adalah reaksi kita. Kita tidak dapat mengontrol lampu merah, tapi dapat mengontrol reaksi kita. Kita tidak dapat mengontrol jatuhnya sebuah cangkir, namun kita dapat mengendalikan reaksi! kita!

Kenapa Budi?
Karena reaksinya pagi itu.

Kenapa hari nya buruk?
a) Karena secangkir teh yang tumpah?
b) Kecerobohan adiknya?
c) Polisi yang menilang?
d) Karena dirinya sendiri?

Jawaban-nya adalah D.

Budi tidak dapat mengendalikan tumpahnya teh itu. Namun bagaimana reaksi-nya 5 detik kemudian itu, yang menyebabkan harinya menjadi buruk.

Ini yang mungkin terjadi jika ia bereaksi dengan cara yang berbeda.

Teh tumpah di kemejanya. Adiknya sudah siap menangis. namun ia bisa dengan Lembut berkata : "Tidak apa-apa sayang/adik, lain kali kamu lebih hati-hati ya".

Budi pergi mengganti kemeja dengan tenang dan melihat sang adik sedang naik ke dalam bus sekolah. Budi dapat tiba di kampus 5 menit lebih awal karena tidak perlu berurusan dengan polisi, dan dengan riang Menyalami para kawan..

Lihat perbedaannya. Dua skenario yang berbeda. Keduanya dimulai dari hal yang sama, tapi berakhir dengan hal yang berbeda.

Kenapa?
Karena REAKSI kita. Sungguh kita tidak dapat mengontrol 10% hal-hal yang terjadi.Tapi yang 90% lagi ditentukan oleh reaksi kita.

Terima kasih telah membaca dan semoga reaksi kita bisa lebih baik dalam menyikapi hal-hal diluar kehendak dan keinginan kita. Ingat Tuhan punya rencana indah buat hamba-hambaNya,namun IA pun berhak menilai seberapa jauh hambanya yang bertakwa...
Baca lanjutannya...

Raja Yang Menjadi Tukang Kebun



Alkisah adalah seorang raja yang sangat besar kekuasaannya. Oleh karena kehidupan yang mewah dan serba cukup tidak membuat ketenangan kepada jiwanya. Sang raja akhirnya memilih untuk hidup sebagai rakyat biasa dengan menyamar sebagai tukang kebun.

Sang Raja akhirnya bekerja di salah seorang saudagar kaya yang mempunyai kebun delima yang cukup luas. Ia pun menjaga kebun itu dengan patuh dan rajin. Suatu hari datanglah tuan kebun itu dan meminta pekerja kebun membawakan sebiji delima yang masak lagi manis kepadanya. Pekerja itu pun segera menuju ranting-ranting delima untuk mencari buah delima yang paling masak.

Kemudian tuannya memakan delima tersebut, air mukanya berubah. Kemudian berkata: "Wahai pekerjaku tolong bawakan kepadaku sebiji delima yang lebih manis dari ini."

Sekali lagi, sang raja yang menjadi tukang kebun tadi pergi mencari buah delima yang lain tanpa mengetahui mengapa tuannya menyuruh dia membawakan sebiji lagi. Setelah buah yang diberikan kepada tuannya itu dimakan, dengan spontan buah itu dibuang oleh tuannya itu.

Oleh karena terlalu marah sebab buah yang dimakannya itu ternyata masih masam, ia pun berkata dengan suara yang keras: "Wahai pekerja! Heran sekali aku melihat engkau. Sudah begini lama engkau menjaga kebunku, tidakkah engkau tahu yang masam dan manis?"
Lalu jawab sang raja tadi dengan suara yang lemah dan sopan : "Tuan, bukankah saya ini diamanahkan untuk menjaga kebun supaya sentiasa subur buah-buahan, tetapi tuan tidak memberi izin kepada saya untuk mencicipi buahnya."

Betapa terkejutnya tuannya itu setelah mendengar jawaban tersebut. Tidak terduga sama sekali akan besarnya sifat amanah yang ada pada tukang kebunnya itu. Namun, alahngkah terkejutnya sang tuan tatkala mengetahui bahwa pekerja kebunnya adalah seorang raja mahsyur yang memang tengah mencari kehidupan sebagai rakyat biasa.

Sang tuan pun akhirnya menyadari bahwa memang pantaslah ia menjadi seorang raja yang terkenal bijak seantero negri. Jadi rakyat kecilpun beliau bisa betul-betul menjaga pekerjaannya walau sangat sepele. Ia pun segera meminta maaf dan sekaligus mendoakan sang raja.

(diilhami dari kisah Ibrahim bin Adham)

****

Sahabatku, kisah tersebut diatas merupakan salah satu refleksi bagaimana seorang manusia dengan sangat amanah dalam menjalani pekerjaannya. Bagaimana dengan kita ?
tentu para sahabat sangat mengerti bagaimana seharusnya kita menjaga amanah dalam setiap pekerjaan. sekecil apapun itu, namun nilainya sangat berharga. Dari seorang pekerja bahkan pemimpin pun sangat diperlukan sikap ini.

Kembali kepada hati nurani masing-masing, bagaimana kita bisa jujur sekecil apapun dengan apa yang kita lakukan, Tentu Tuhan lah yang menilai dan membalas apa yang kita lakukan.

Sahabatku, sederhana namun bermakna,,,"mulai dari diri kita sendiri dan mulai lah saat ini" (Aa Gym mode on)..^_^

Terima kasih telah membaca dan semoga selalu semangat dalam menjalani hidup..
Baca lanjutannya...

Lalat dan Semut



Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta di atas sebuah tong sampah di depan sebuah rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah meja makan yang penuh dengan makanan lezat.

"Saya bosan dengan sampah-sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar," katanya. Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung kembali dengan mereka.

Si lalat pun terbang di sekitar kaca, sesekali melompat dan menerjang kaca itu, dengan tak kenal menyerah si lalat mencoba keluar dari pintu kaca. Lalat itu merayap mengelilingi kaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan bolak-balik, demikian terus dan terus berulang-ulang. Hari makin petang, si lalat itu nampak kelelahan dan kelaparan.

Esok paginya, nampak lalat itu terkulai lemas terkapar di lantai. Tak jauh dari tempat itu, nampak serombongan semut merah berjalan beriringan keluar dari sarangnya untuk mencari makan. Dan ketika menjumpai lalat yang tak berdaya itu, serentak mereka mengerumuni dan beramai-ramai menggigit tubuh lalat itu hingga mati. Kawanan semut itu pun beramai-ramai mengangkut bangkai lalat yang malang itu menuju sarang mereka.

Dalam perjalanan, seekor semut kecil bertanya kepada rekannya yang lebih tua, "Ada apa dengan lalat ini, Pak? Mengapa dia sekarat?" "Oh.., itu sering terjadi, ada saja lalat yang mati sia-sia seperti ini. Sebenarnya mereka ini telah berusaha, dia sungguh-sungguh telah berjuang keras berusaha keluar dari pintu kaca itu. Namun ketika tak juga menemukan jalan keluar, dia frustasi dan kelelahan hingga akhirnya jatuh sekarat dan menjadi menu makan malam kita.

"Semut kecil itu nampak manggut-manggut, namun masih penasaran dan bertanya lagi, "Aku masih tidak mengerti, bukannya lalat itu sudah berusaha keras? Kenapa tidak berhasil?"

Masih sambil berjalan dan memanggul bangkai lalat, semut tua itu menjawab, "Lalat itu adalah seorang yang tak kenal menyerah dan telah mencoba berulang kali, hanya saja dia melakukannya dengan cara-cara yang sama." Semut tua itu memerintahkan rekan-rekannya berhenti sejenak seraya melanjutkan perkataannya, namun kali ini dengan mimik dan nada lebih serius, "Ingat anak muda, jika kamu melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi mengharapkan hasil yang berbeda, maka nasib kamu akan seperti lalat ini."

"Para pemenang tidak melakukan hal-hal yang berbeda, mereka hanya melakukannya dengan cara yang berbeda."

~~~

Sahabat, kesuksesan tidaklah cukup dengan kerja KERAS... akan tetapi harus diiringi dengan kerja CERDAS... selalu kreatif melakukan hal-hal yang baru... dengan belajar dan belajar dari yang terbaik... dan akan disempurnakan dengan kerja IKHLAS... sebuah ketulusan bekerja... menjadikannya sebuah ibadah yang mulia...
Baca lanjutannya...

Harimau dan Serigala



Di sebuah hutan, tinggallah seekor serigala pincang. Hewan itu hidup bersama seekor harimau yang besar berbadan coklat keemasan. Luka yang diderita serigala, terjadi ketika ia berusaha menolong harimau yang di kejar pemburu. Sang serigala berusaha menyelamatkan kawannya. Namun sayang, sebuah panah yang telah di bidik malah mengenai kaki belakangnya. Kini, hewan bermata liar itu tak bisa berburu lagi bersama harimau, dan tinggal di sebuah gua, jauh dari perkampungan penduduk.

Sang harimau pun tahu bagaimana membalas budi. Setiap selesai berburu, di mulutnya selalu tersisa sepotong daging untuk dibawa pulang. Walaupun sedikit, sang serigala selalu mendapat bagian daging hewan buruan. Sang harimau paham, bahwa tanpa bantuan sang kawan, ia pasti sudah mati terpanah si pemburu. Sebagai balasannya, sang serigala selalu berusaha menjaga keluarga sang harimau dari gangguan hewan-hewan lainnya. Lolongan serigala selalu tampak mengerikan bagi siapapun yang mendengar. Walaupun sebenarnya ia tak bisa berjalan dan hanya duduk teronggok di pojok gua.

Rupanya, peristiwa itu telah sampai pula ke telinga seorang pertapa. Sang pertapa, tergerak hatinya untuk datang, bersama beberapa orang muridnya. Ia ingin memberikan pelajaran tentang berbagi dan persahabatan, kepada anak didiknya. Ia juga ingin menguji keberanian mereka, sebelum mereka dapat lulus dari semua pelajaran yang diberikan olehnya. Pada awalnya banyak yang takut, namun setelah di tantang, mereka semua mau untuk ikut.

Di pagi hari, berangkatlah mereka semua. Semuanya tampak beriringan, dipandu sang pertapa yang berjalan di depan rombongan. Setelah seharian berjalan, sampailah mereka di mulut gua, tempat sang harimau dan serigala itu menetap. Kebetulan, sang harimau baru saja pulang dari berburu, dan sedang memberikan sebongkah daging kepada serigala. Melihat kejadian itu, sang pertapa bertanya bertanya kepada murid-muridnya, "Pelajaran apa yang dapat kalian lihat dari sana..?".Seorang murid tampak angkat bicara, "Guru, aku melihat kekuasaan dan kebaikan Tuhan. Tuhan pasti akan memenuhi kebutuhan setiap hamba-Nya. Karena itu, lebih baik aku berdiam saja, karena toh Tuhan akan selalu memberikan rezekinya kepada ku lewat berbagai cara."

Sang pertapa tampak tersenyum. Sang murid melanjutkan ucapannya, "Lihatlah serigala itu. Tanpa bersusah payah, dia bisa tetap hidup, dan mendapat makanan." Selesai bicara, murid itu kini memandang sang guru. Ia menanti jawaban darinya. "Ya, kamu tidak salah. Kamu memang memperhatikan, tapi sesungguhnya kamu buta. Walaupun mata lahirmu bisa melihat, tapi mata batinmu lumpuh. Berhentilah berharap menjadi serigala, dan mulailah berlaku seperti harimau."

***

Adalah benar bahwa Tuhan ciptakan ikan kepada umat manusia. Adalah benar pula, Tuhan menghamparkan gandum di tanah-tanah petani. Tapi apakah Tuhan ciptakan ikan-ikan itu dalam kaleng-kaleng sardin? Atau, adakah Dia berikan kepada kita gandum-gandum itu hadir dalam bentuk seplastik roti manis? Saya percaya, ikan-ikan itu dihadirkan kepada kita lewat peluh dan kerja keras dari nelayan. Saya juga pun percaya, bahwa gandum-gandum terhidang di meja makan kita, lewat usaha dari para petani, dan kepandaian mereka mengolah alat panggang roti.

Begitulah, acapkali memang dalam kehidupan kita, ada fragmen tentang serigala yang lumpuh dan harimau yang ingin membalas budi. Memang tak salah jika disana kita akan dapat menyaksikan kebesaran dan kasih sayang dari Tuhan. Dari sana pula kita akan mendapatkan pelajaran tentang persahabatan dan kerjasama. Namun, ada satu hal kecil yang patut diingat disana, bahwa: berbagi, menolong, membantu sudah selayaknya menjadi prioritas dalam kehidupan kita. Bukan karena hal itu adalah suatu keterpaksaan, bukan pula karena di dorong rasa kasihan dan ingin membalas budi.

Berbagi dan menolong, memang sepatutnya mengalir dalam darah kita. Disana akan ditemukan nilai-nilai dan percikan cahaya Tuhan. Sebab disana, akan terpantul bahwa kebesaran Tuhan hadir dalam tindak dan perilaku yang kita lakukan. Di dalam berbagi akan bersemayan keluhuran budi, keindahan hati dan keagungan kalbu. Sahabat, jika kita bisa memilih, berhentilah berharap menjadi serigala lumpuh, dan mulailah meniru teladan harimau.

Salam Motivasi… ! ^_^
Baca lanjutannya...

Risoles Mini


Ndak tau kenapa tiba-tiba pengen buat risoles mini isi ragout. Seperti biasa, googling jadi andalan utama kalau nyari resep. Hehe...sayangnya karena pemula, untuk kulit risoles yang pertama dan kedua ketebelan, jadi bentuk risolesnya aneh banget. Gendut. I don't want to see

Oke deh, ini resep yang didapat dari hasil googling, seperti biasa, resepnya aku modif sesuai dengan bahan2 yang ada di kulkas big grin sayangnya ga ada daging ayam... whew!

Risoles Mini winking

Bahan-bahan:
Untuk Kulit Risoles
- 1 butir telur
- 100 gr tepung terigu
- 250 ml air (bisa diganti susu cair)
- garam secukupnya
- 1 sdm mentega dicairkan

Untuk Isi Risoles
- 3 bh daging burger mini, potong dadu kecil
- 1 bh kentang rebus ukuran kecil, potong dadu
- 1 bh wortel, potong dadu
- 1 batang seledri, iris halus
- 1 batang daun bawang, iris halus
- 1 bh bawang bombay cincang
- 1 siung bawang putih cincang
- 1 sdm tepung terigu
- 1 gelas belimbing susu cair
- garam secukupnya
- merica bubuk
- kaldu ayam bubuk
- keju cheddar parut sesuai selera
- mentega untuk menumis

Pelengkap:
1 butir telur kocok
Tepung Panir

Cara Membuat:
Kulit Risoles
- Campur tepung terigu, telur & garam, aduk rata
- Masukkan air atau susu cair sedikit demi sedikit sambil tetap diaduk
- Kalau sudah tercampur rata, masukkan mentega cair, aduk rata kembali
- Diamkan 30 menit, sambil nunggu kita buat isi risolesnya happy
- Kalau sudah 30 menit, buat dadar tipis di atas wajan dadar, sisihkan. Untuk resep ini sekitar 22 kulit risoles

Isi Risoles
- Panaskan mentega hingga cair, tumis bawang bombay dan bawang putih cincang hingga harum
- Masukkan wortel, ditunggu sebentar, lalu masukkan kentang, daging burger, irisan seledri dan daun bawang
- Tambahkan tepung terigu dan air
- Masak hingga mengental
- Taruh satu sendok makan di atas dadar kulit, lipat seperti amplop, sisihkan
- Celup ke dalam kocokan telur, gulingkan di atas tepung panir
- Bisa langsung digoreng pakai minyak panas & api kecil ya biar ga gosong, bisa juga disimpan di kulkas biar tepung panirnya merekat
- Jadi deh... hee hee

Ini gambar yang belum digoreng..
Lihat deh dua risoles gendut di sebelah kanan I don't want to see
Baca lanjutannya...

Cinta Lelaki Biasa



Menjelang hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya. Kenapa? Tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.

Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yg barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka. Kamu pasti bercanda! Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda. Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

Nania Cuma mau Rafli, sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak. Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat. Parah. Tapi kenapa? Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yg amat sangat biasa. Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya. Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania! Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?

Setahun pernikahan. Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka. Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia. Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania. Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan. Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.

Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama. Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik. Cantik ya? dan kaya! Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis.

~~~

Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua minggu dari waktunya. Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan! Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil. Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang. Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali. Baru pembukaan satu. Belum ada perubahan, Bu. Sudah bertambah sedikit, kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.

Kondisi perempuan itu makin payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya. Bang? Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. Dokter? Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar. Mungkin? Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu? Bagaimana jika terlambat? Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.

Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri. Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir. Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat. Pendarahan hebat!

Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah! Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis. Mama Nania yang baru tiba, menangis.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra..

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya. Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh. Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi. Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa. Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.

Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur. Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh? Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli. Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun. Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari.

Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat. Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik. Baik banget suaminya! Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua! Nania beruntung! Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya. Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta.

Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi? Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka.. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan. Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna.

Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Baca lanjutannya...

Odol dari Surga



Kisah nyata dari seseorang yang dalam episode hidupnya sempat ia lewati dalam penjara. Bermula dari hal yang sepele. Lelaki itu kehabisan odol dipenjara. Malam itu adalah malam terakhir bagi odol diatas sikat giginya. Tidak ada sedikitpun odol yang tersisa untuk esok hari. Dan ini jelas-jelas sangat menyebalkan. Istri yang telat berkunjung, anak-anak yang melupakannya dan diabaikan oleh para sahabat, muncul menjadi kambing hitam yang sangat menjengkelkan. Sekonyong-konyong lelaki itu merasa sendirian, bahkan lebih dari itu : tidak berharga ! Tertutup bayangan hitam yang kian membesar dan menelan dirinya itu, tiba-tiba saja pikiran nakal dan iseng muncul. Bagaimana jika ia meminta odol pada TUHAN ?

Berdoa untuk sebuah kesembuhan sudah berkali-kali kita dengar mendapatkan jawaban dari-NYA . Meminta dibukakan jalan keluar dari setumpuk permasalahanpun bukan suatu yang asing bagi kita. Begitu pula dengan doa-doa kepada orang tua yang telah berpulang, terdengar sangat gagah untuk diucapkan. Tetapi meminta odol kepada Sang Pencipta jutaan bintang gemintang dan ribuan galaksi, tentunya harus dipikirkan berulang-ulang kali sebelum diutarakan. Sesuatu yang sepele dan mungkin tidak pada tempatnya. Tetapi apa daya, tidak punya odol untuk esok hari –entah sampai berapa hari- menjengkelkan hatinya amat sangat. Amat tidak penting bagi orang lain, tetapi sangat penting bagi dirinya.

Maka dengan tekad bulat dan hati yang dikuat-kuatkan dari rasa malu, lelaki itu memutuskan untuk mengucapkan doa yang ia sendiri anggap gila itu. Ia berdiri ragu-ragu dipojok ruangan sel penjara, dalam temaram cahaya, sehingga tidak akan ada orang yang mengamati apa yang ia lakukan. Kemudian dengan cepat, bibirnya berbisik : “TUHAN, Kau mengetahuinya aku sangat membutuhkan benda itu”. Doa selesai. Wajah lelaki itu tampak memerah. Terlalu malu bibirnya mengucapkan kata amin. Dan peristiwa itu berlalu demikian cepat, hingga lebih mirip dengan seseorang yang berludah ditempat tersembunyi. Tetapi walaupun demikian ia tidak dapat begitu saja melupakan insiden tersebut. Sore hari diucapkan, permintaan itu menggelisahkannya hingga malam menjelang tidur. Akhirnya, lelaki itu –walau dengan bersusah payah- mampu melupakan doa sekaligus odolnya itu.

Tepat tengah malam, ia terjaga oleh sebuah keributan besar dikamar selnya.

“Saya tidak bersalah Pak !!!”, teriak seorang lelaki gemuk dengan buntalan tas besar dipundak, dipaksa petugas masuk kekamarnya,” Demi TUHAN Pak !!! Saya tidak salah !!! Tolong Pak…Saya jangan dimasukin kesini Paaaaaaaaak..!!!”

Sejenak ruangan penjara itu gaduh oleh teriakan ketakutan dari ‘tamu baru’ itu.

“Diam !!”, bentak sang petugas,”Semua orang yang masuk keruangan penjara selalu meneriakkan hal yang sama !! Jangan harap kami bisa tertipu !!!!”

“Tapi Pak…Sssa..”

Brrrraaaaang !!!!

Pintu kamar itu pun dikunci dengan kasar. Petugas itu meninggalkan lelaki gemuk dan buntalan besarnya itu yang masih menangis ketakutan.

Karena iba, lelaki penghuni penjara itupun menghampiri teman barunya. Menghibur sebisanya dan menenangkan hati lelaki gemuk itu. Akhirnya tangisan mereda, dan karena lelah dan rasa kantuk mereka berdua pun kembali tertidur pulas.

Pagi harinya, lelaki penghuni penjara itu terbangun karena kaget. Kali ini karena bunyi tiang besi yang sengaja dibunyikan oleh petugas. Ia terbangun dan menemukan dirinyanya berada sendirian dalam sel penjara. Lho mana Si Gemuk, pikirnya. Apa tadi malam aku bemimpi ? Ah masa iya, mimpi itu begitu nyata ?? Aku yakin ia disini tadi malam.

“Dia bilang itu buat kamu !!”, kata petugas sambil menunjuk ke buntalan tas dipojok ruangan. Lelaki itu segera menoleh dan segera menemukan benda yang dimaksudkan oleh petugas. Serta merta ia tahu bahwa dirinya tidak sedang bermimpi.

“Sekarang dia dimana Pak ?”, tanyanya heran.

“Ooh..dia sudah kami bebaskan, dini hari tadi…biasa salah tangkap !”, jawab petugas itu enteng, ”Saking senangnya orang itu bilang tas dan segala isinya itu buat kamu”.

Petugas pun ngeloyor pergi.

Lelaki itu masih ternganga beberapa saat, lalu segera berlari kepojok ruangan sekedar ingin memeriksa tas yang ditinggalkan Si Gemuk untuknya.

Tiba-tiba saja lututnya terasa lemas. Tak sanggup ia berdiri. “Ya..TUHAAANNN !!!!”, laki-laki itu mengerang. Ia tersungkur dipojok ruangan, dengan tangan gemetar dan wajah basah oleh air mata. Lelaki itu bersujud disana, dalam kegelapan sambil menangis tersedu-sedu. Disampingnya tergeletak tas yang tampak terbuka dan beberapa isinya berhamburan keluar. Dan tampaklah lima kotak odol, sebuah sikat gigi baru, dua buah sabun mandi, tiga botol sampo, dan beberapa helai pakaian sehari-hari.

~~~

Sahabat, Kisah tersebut sungguh-sunguh kisah nyata. Sungguh-sungguh pernah terjadi. Dan aku mendengarnya langsung dari orang yang mengalami hal itu. Semoga semua ini dapat menjadi tambahan bekal ketika kita meneruskan berjalan menempuh kehidupan kita masing-masing. Jadi suatu ketika, saat kita merasa jalan dihadapan kita seolah terputus. Sementara harapan seakan menguap diganti deru ketakutan, kebimbangan dan putus asa.

Pada saat seperti itu ada baiknya kita mengingat sungguh-sungguh bahkan Odol pun akan dikirimkan oleh Surga bagi siapapun yang membutuhkannya. Apalagi jika kita meminta sesuatu yang mulia. Sesuatu yang memuliakan harkat manusia dan DIA yang menciptakan kita.

Seperti kata seorang bijak dalam sebuah buku :
“Seandainya saja engkau mengetahui betapa dirimu dicintai-NYA, hati mu akan berpesta pora setiap saat”.

Salam Motivasi...!
Baca lanjutannya...

Arai Sang Pemimpi



Sahabat, beberapa waktu lalu saya bersama keluarga sempat menikmati sebuah karya yang luar biasa, Film Sang Pemimpi. Sungguh memotivasi. Mungkin anda juga sudah melihat Film tersebut, atau membaca novelnya.

Saya berniat menuliskan salah satu adegan yang sangat menginspirasi saya dari film tersebut. Menurut informasi yang saya terima, kisah-kisah dalam Novel atau Film tersebut adalah kisah nyata dari si penulis, Andrea Hirata.

(sebelumnya maaf jika salah, kurang sesuai dengan novelnya ^_^)

Suatu ketika Arai sahabat Ikal memecahkan celengan uang mereka yang hampir setahun lamanya mereka menabung. Arai seorang anak SMP yang penuh semangat, mengajak Ikal ke toko, untuk membelikan sesuatu dari hasil tabungan mereka.

Tiba-tiba Arai memesan tepung, gula, dan berbagai bahan-bahan kue. Melihat kejadian itu, Ikal langsung marah.

"Apa-apaan kau Rai... Tabungan yang kita kumpulkan setahun lamanya, cuma kau belikan tepung dan Gula... Gila kau Rai. Lagian tabunganku lebih banyak dari kau" Protes Ikal.

"Percayalah dengan Aku"

"Percaya dari mana?"

Sampai perkelahian kecil terjadi diantara mereka. Hingga Ikalpun mengalah, dengan mengikuti ide aneh Arai.

Arai mengajak Ikal ke rumah tetangganya, seorang janda beranak satu, yang sering meminta beras di rumah Ikal. Janda tersebut terpaksa mengemis dan menjual barang-barang dirumahnya tuk menyambung hidup semenjak ditinggal suaminya.

Arai dan Ikal pun menemui Ibu janda tersebut, dan memberikan bahan-bahan kue itu kepadanya.

"Katanya, ibu pandai buat kue ya? Cobalah Ibu menjual kue tuk dijual, pasti laris. Ini bahan-bahan kue untuk Ibu dari tabungan kami", kata Arai.

Sang Ibu, langsung terharu dengan memeluk mereka. Ucapan terimakasih berkali-kali terlontar dari mulut ibu tersebut. Saat itulah Ikal semakin takjub dengan kemuliaan dan ketulusan hati Arai. Bukan Cuma ketulusan, tapi kecerdasan Arai tuk berfikir solusi.

~~~

Sahabat, kisah tersebut bagaikan tamparan yang membuat malu kepada diri saya sendiri. Ya, malu kepada seorang anak SMP yang peduli dan berfikir sangat dewasa. Dia bukan sekedar membantu sementara, tapi berusaha memberikan solusi jangka panjang kepada tetangganya tersebut.
Baca lanjutannya...

Martabak Mini


Baru dapat kiriman telur bebek nih...banyak banget, bingung mau dibuat apa. Tapi yang terlintas di pikiran cuma satu: MARTABAK! winking soalnya kalau buat telur asin bakalan lama & ribet.

Akhirnya googling deh cari resep martabak...tapi berhubung banyak bahan yang susah didapat (misalnya bumbu kari, bumbu gulai) resepnya dimodif sendiri...tongue

Resep Martabak Mini

Bahan:
10 lembar kulit lumpia siap pakai
3 butir telur bebek
1 bungkus kornet ayam ukuran kecil (yang sachet)
1 bawang bombay kecil, cincang
Segenggam daun bawang (ehm, ini sebenarnya sesuai selera) diiris kecil-kecil
Kaldu ayam bubuk secukupnya (dikira2, kalau kurang asin bisa ditambah)
½ sdt merica bubuk (kalau suka pedas boleh ditambah)
1 sdm margarin untuk menumis

Cara Membuat:
- Tumis bawang bombay dengan margarin sampai layu, sisihkan
- Kocok lepas telur bebek, campur dengan irisan daun bawang, kornet ayam, kaldu ayam bubuk, dan tumisan bawang bombay
- Setelah tercampur rata, taruh pada kulit lumpia, lipat seperti amplop
- Goreng dengan api kecil biar ga gosong big grin
- Angkat, sajikan...

Jadinya seperti ini:

Baca lanjutannya...

Puding Jeruk


Kemarin temenku buat puding jeruk, bentuknya benar-benar seperti potongan jeruk. Lucu, sayang dia belum kasih resepnya. Jadi aku posting gambar jadinya aja ya... big grin

Yang di samping itu foto dari dekat sepotong puding jeruk.

Trus ini puding waktu ditata di piring. Cantik yaaa... love struck


Kalau yang ini puding sebelum diiris tongue


Ada satu lagi nih, puding jeruk yang lain:

Ntar kalau udah dapat resepnya, aku posting di sini deh... happy
Baca lanjutannya...

Bolu Pelangi & Bolu Meses


Tadi pagi aku iseng pengen coba praktek bolu kukus. Abisnya masih penasaran...gimana cara bikin bolu yang mengembang. Karena selama ini bolu yang aku buat kurang mengembang...

Aku dapet resep dari sini, karena resep asli butuh telur banyak, sementara persediaan telur di rumah menipis gara-gara praktek bikin bolu terus, akhirnya aku coba setengah resep aja. Hasilnya...bolu kukus yang mengembang...

Ini resep yang udah aku modif:

Bahan:
Tepung terigu protein sedang/cap segitiga biru 100 g
Telur ayam 4 butir
Gula pasir 100 g
Santan kental separo kemasan 65 ml
Ovalet ½ sdt
Minyak goreng 25 ml
Pewarna hijau setetes
Pewarna merah setetes
Meses secukupnya
Garam halus ¼ sdt

Cara Membuat:

  1. Campur telur, gula pasir dan garam. Kocok menggunakan mixer hingga mengembang kaku (sekitar 10 menit). Tambahkan ovalet, kocok kembali selama 2 menit.
  2. Masukkan tepung terigu sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga rata. Tuang santan dan minyak, diaduk hingga tercampur rata.
  3. Bagi adonan menjadi tiga bagian. Tambahkan pewarna merah, kuning hijau pada masing2 bagian, aduk rata.
  4. Siapkan loyang yang telah dioles dengan sedikit margarin dan ditaburi tepung terigu, aku pake ukuran 15 cm. Tuang adonan merah, ratakan. Kukus selama 5 menit. Tambahkan adonan kuning, kukus kembali selama 5 menit. Terakhir, tuang adonan hijau. Untuk mematangkan semua lapisan, kukus selama 20 menit. angkat, dinginkan.
  5. Keluarkan bolu dari cetakan. Potong-potong. Atur di dalam piring saji. Hidangkan.

Oya, di resep ini bisa buat 2 loyang bulat ukuran 15 cm, yang satu bolu pelangi, yang satu lagi aku bikin bolu meses, tapi heran, kenapa mesesnya tenggelam ya? Padahal aku kirain ntar bakalan bentuk motif dalmatian. Hehe...

Untuk ± 15 Potong (ehm...tergantung potongannya gede ato kecil )

Hasilnya seperti ini:
Bolu Kukus Pelangi


Bolu Kukus Meses


Tip: Jangan membuka kukusan sebelum 10 menit atau bolu mengembang sempurna karena permukaan bolu akan turun. Untuk variasi, bolu bisa di taburi mises cokelat atau kacang almon panggang sebagai campuran isi. Alas loyang dengan kertas minyak agar bolu mudah dikeluarkan, berhubung ga punya kertas minyak, jadi cuma olesan margarin dan terigu . Resep ini cocok buat yang ga begitu suka manis. Buat yang suka manis, gulanya bisa ditambah.
Baca lanjutannya...

Pohon Tua



Suatu ketika, di sebuah padang, tersebutlah sebatang pohon rindang. Dahannya rimbun dengan dedaunan. Batangnya tinggi menjulang. Akarnya, tampak menonjol keluar, menembus tanah hingga dalam. Pohon itu, tampak gagah di banding dengan pohon-pohon lain di sekitarnya.

Pohon itupun, menjadi tempat hidup bagi beberapa burung disana. Mereka membuat sarang, dan bergantung hidup pada batang-batangnya. Burung-burung itu membuat lubang, dan mengerami telur-telur mereka dalam kebesaran pohon itu.

Pohon itupun merasa senang, mendapatkan teman, saat mengisi hari-harinya yang panjang. Orang-orang pun bersyukur atas keberadaan pohon tersebut. Mereka kerap singgah, dan berteduh pada kerindangan pohon itu. Orang-orang itu sering duduk, dan membuka bekal makan, di bawah naungan dahan-dahan. "Pohon yang sangat berguna," begitu ujar mereka setiap selesai berteduh. Lagi-lagi, sang pohon pun bangga mendengar perkataan tadi.

Namun, waktu terus berjalan. Sang pohon pun mulai sakit-sakitan. Daun-daunnya rontok, ranting-rantingnya pun mulai berjatuhan. Tubuhnya, kini mulai kurus dan pucat. Tak ada lagi kegagahan yang dulu di milikinya. Burung-burung pun mulai enggan bersarang disana. Orang yang lewat, tak lagi mau mampir dan singgah untuk berteduh.

Sang pohon pun bersedih. "Ya Tuhan, mengapa begitu berat ujian yang Kau berikan padaku? Aku butuh teman. Tak ada lagi yang mau mendekatiku. Mengapa Kau ambil semua kemuliaan yang pernah aku miliki?" begitu ratap sang pohon, hingga terdengar ke seluruh hutan. "Mengapa tak Kau tumbangkan saja tubuhku, agar aku tak perlu merasakan siksaan ini? Sang pohon terus menangis, membasahi tubuhnya yang kering.

Musim telah berganti, namun keadaan belumlah mau berubah. Sang pohon tetap kesepian dalam kesendiriannya. Batangnya tampak semakin kering. Ratap dan tangis terus terdengar setiap malam, mengisi malam-malam hening yang panjang. Hingga pada saat pagi menjelang.

"Cittt...cericirit...cittt" Ah suara apa itu? Ternyata, .ada seekor anak burung yang baru menetas. Sang pohon terhenyak dalam lamunannya. "Cittt...cericirit...cittt, suara itu makin keras melengking. Ada lagi anak burung yang baru lahir. Lama kemudian, riuhlah pohon itu atas kelahiran burung-burung baru. Satu...dua...tiga...dan empat anak burung lahir ke dunia. "Ah, doaku di jawab-Nya," begitu seru sang pohon.

Keesokan harinya, beterbanganlah banyak burung ke arah pohon itu. Mereka, akan membuat sarang-sarang baru. Ternyata, batang kayu yang kering, mengundang burung dengan jenis tertentu tertarik untuk mau bersarang disana. Burung-burung itu merasa lebih hangat berada di dalam batang yang kering, ketimbang sebelumnya. Jumlahnya pun lebih banyak dan lebih beragam. "Ah, kini hariku makin cerah bersama burung-burung ini", gumam sang pohon dengan berbinar.

Sang pohon pun kembali bergembira. Dan ketika dilihatnya ke bawah, hatinya kembali membuncah. Ada sebatang tunas baru yang muncul di dekat akarnya. Sang Tunas tampak tersenyum. Ah, rupanya, airmata sang pohon tua itu, membuahkan bibit baru yang akan melanjutkan pengabdiannya pada alam.

~~~

Sahabat, begitulah. Adakah hikmah yang dapat kita petik disana? Tuhan memang selalu punya rencana-rencana rahasia buat kita. Tuhan, dengan kuasa yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, akan selalu memberikan jawaban-jawaban buat kita. Walaupun kadang penyelesaiannya tak selalu mudah di tebak, namun, yakinlah,Tuhan Maha Tahu yang terbaik buat kita.

Saat dititipkan-Nya cobaan buat kita, maka di saat lain, diberikan-Nya kita karunia yang berlimpah. Ujian yang sandingkan-Nya, bukanlah harga mati. Bukanlah suatu hal yang tak dapat disiasati. Saat Tuhan memberikan cobaan pada sang Pohon, maka, sesungguhnya Tuhan, sedang MENUNDA memberikan kemuliaan-Nya. Tuhan tidak memilih untuk menumbangkannya, sebab, Dia menyimpan sejumlah rahasia. Tuhan, sedang menguji kesabaran yang dimiliki.

Sahabat, yakinlah, apapun cobaan yang kita hadapi, adalah bagian dari rangkaian kemuliaan yang sedang dipersiapkan-Nya buat kita. Jangan putus asa, jangan lemah hati. Tuhan, selalu bersama orang-orang yang sabar.

Salam Motivasi...!!!
Baca lanjutannya...

Getuk Singkong


Temenku dapet kiriman singkong banyaaaakk banget dari tetangganya. Trus dia bingung mau diolah jadi apa. Direbus pake gula jawa udah, digoreng juga udah. Mau dibikin klenyem (singkong diparut diisi gula jawa), dia ga punya parutannya. hehe...akhirnya kita bikin getuk singkong! Ternyata gampang banget kok bikinnya...

Getuk Singkong

Bahannya:
- 800gr singkong mentah
- 100gr gula pasir
- Margarin secukupnya (pake BlueBand, aromanya enak...hehe...)
- Pewarna makanan (kebetulan lagi suka hijau jadi pake hijau deh...)

Cara Membuat:
- Kukus singkong sampai empuk, ehm, sebelumnya dikupas dulu ya...
- Selagi masih hangat, haluskan singkong, terutama serat2nya.
- Kalau udah halus, campur dengan margarin dan uleni sampai rata (uh pas ini aromanya enak banget...)
- Bagi dua adonan, yang satu dikasih pewarna hijau.
- Taruh adonan hijau di loyang yang udah diolesi margarin, ratakan.
- Taruh sisa adonan di atasnya.
- Kukus sebentar, kira-kira 5-10 menit aja.
- Angkat, potong-potong, sajikan deh...
Baca lanjutannya...

Ovaltine Keju


Kemarin iseng makan di warung lesehan dekat kampus UNDIP tembalang, nama warungnya 50-50 Fifty Fifty, soalnya penasaran banget setiap kali lewat situ pasti rame. Ternyata menunya penyet goreng & bakar. Ada lele, ayam, kakap, tempe, telor, tahu, dll. Aku pesen lele bakar, minumnya Ovaltine Keju.


Baru tau kan ada menu ovaltine keju? Aku juga baru tahu makanya pesen. Itu sih kayak ovaltine biasa yang ditaburi keju parut. Ternyata enak juga...secara aku penggemar keju

Ini lele bakarnya:

Sambelnya mantap, harganya juga murah. Untuk ovaltine keju Rp 4500, lele bakar plus nasi Rp 6000 (atau Rp 6500 ya? Lupa...hehe... ). Bisa diulang deh pokoknyaa.. thumbs up namanya juga kelas mahasiswa...
Baca lanjutannya...

Pengrajin Emas dan Kuningan



Di sebuah negeri, hiduplah dua orang pengrajin yang tinggal persebelahan. Seorang diantaranya, adalah pengrajin emas, sedang yang lainnya pengrajin kuningan. Keduanya telah lama menjalani pekerjaan ini, sebab, ini adalah pekerjaan yang diwariskan secara turun-temurun. Telah banyak pula barang yang dihasilkan dari pekerjaan ini. Cincin, kalung, gelang, dan untaian rantai penghias, adalah beberapa dari hasil kerajinan mereka.

Setiap akhir bulan, mereka membawa hasil pekerjaan ke kota. Hari pasar, demikian mereka biasa menyebut hari itu. Mereka akan berdagang barang-barang logam itu, sekaligus membeli barang-barang keperluan lain selama sebulan. Beruntunglah, pekan depan, akan ada tetamu agung yang datang mengunjungi kota, dan bermaksud memborong barang-barang yang ada disana. Kabar ini tentu membuat mereka senang. Tentu, berita ini akan membuat semua pedagang membuat lebih banyak barang yang akan dijajakan.

Siang-malam, terdengar suara logam yang ditempa. Setiap dentingnya, layaknya nafas hidup bagi mereka. Tungku-tungku api, seakan tak pernah padam. Kayu bakar yang tampak membara, seakan menjadi penyulut semangat keduanya. Percik-percik api yang timbul tak pernah di hiraukan mereka. Keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Sudah puluhan cincin, kalung, dan untaian rantai penghias yang siap dijual. Hari pasar makin dekat. Dan lusa, adalah waktu yang tepat untuk berangkat ke kota.

Hari pasar telah tiba, dan keduanya pun sampai di kota. Hamparan terpal telah digelar, tanda barang dagangan siap dijajakan. Keduanya pun berjejer berdampingan. Tampaklah, barang-barang logam yang telah dihasilkan. Namun, ah sayang, ada kontras yang mencolok diantara keduanya. Walaupun terbuat dari logam mulia, barang-barang yang dibuat oleh pengrajin emas tampak kusam. Warnanya tak berkilau. Ulir-ulirnya kasar, dengan pokok-pokok simpul rantai yang tak rapi. Seakan, sang pembuatnya adalah seorang yang tergesa-gesa.

“Ah, biar saja,” demikian ucapan yang terlontar saat pengrajin kuningan menanyakan kenapa perhiasaannya kawannya itu tampak kusam. “Setiap orang akan memilih daganganku, sebab, emas selalu lebih baik dari kuningan,” ujar pengrajin emas lagi, “Apalah artinya loyang buatanmu dibanding logam mulia yang kupunya, aku akan membawa uang lebih banyak darimu.” Pengrajin kuningan, hanya tersenyum. Ketekunannya mengasah logam, membuat semuanya tampak lebih bersinar. Ulir-ulirnya halus. Lekuk-lekuk cincin dan gelang buatannya terlihat seperli lingkaran yang tak putus. Liku-liku rantai penghiasnya pun lebih sedap di pandang mata.

Ketekunan, memang sesuatu yang mahal. Hampir semua orang yang lewat, tak menaruh perhatian kepada pengrajin emas. Mereka lebih suka mendatangi, dan melihat-melihat cincin dan kalung kuningan. Begitupun tetamu agung yang berkenan datang. Mereka pun lebih menyukai benda-benda kuningan itu dibandingkan dengan logam mulia. Sebab, emas itu tidaklah cukup mereka tertarik, dan mau membelinya. Sekali lagi, terpampang kekontrasan di hari pasar itu. Pengrajin emas yang
tertegun diam, dan pengrajin kuningan yang tersenyum senang.

Hari pasar telah usai, dan para tetamu telah kembali pulang. Kedua pengrajin itu pun telah selesai membereskan dagangan. Dan agaknya, keduanya mendapat pelajaran dari apa yang telah mereka lakukan hari itu.

~~~

Sahabat, ketekunan memang sesuatu yang mahal. Tak banyak orang yang bisa menjalani pekerjaan ini. Begitupun juga kemuliaan dan harga diri, tak banyak orang yang menyadari, bahwa kedua hal itu, kadang tak berasal dari apa yang kita sandang hari ini. Setidaknya, tindak-laku kedua pengrajin itu, adalah potongan siluet kehidupan kita.

Ketekunan, adalah titian panjang yang licin berliku. Seringkali, jalan panjang itu membuat kita terpelincir, dan jatuh. Seringkali pula, titian itu menjadi saringan penentu bagi setiap orang yang hendak menuju kebahagiaan di ujung simpulnya. Namun, percayalah, ada balasan bagi setiap ketekunan. Di ujung sana, akan ada sesuatu yang menunggu setiap orang yang mau menekuni jalan itu.

Emas dan kuningan, bisa jadi punya nilai yang berbeda. Namun, apakah kemuliaan dinilai hanya dari apa disandang keduanya? Apakah harga diri hanya ditunjukkan dari simbol-simbol yang tampak di luar? Sebab, kita sama-sama belajar dari pengrajin kuningan, bahwa loyang, kadang bernilai lebih dibanding logam mulia. Dan juga bahwa kemuliaan, adalah buah dari ketekunan.

Bisa jadi saat ini kita pandai, kaya, punya kedudukan yang tinggi, dan hidup sempurna layaknya emas mulia. Namun, adakah semua itu berharga jika ulir-ulir hati kita kasar dan kusam? Adakah itu mulia jika, lekuk-lekuk kalbu kita koyak dan penuh dengan tonjolan-tonjolan kedengkian? Adakah itu semua punya harga, jika, pokok-pokok simpul jiwa yang kita punya, tak di penuhi dengan simpul-simpul ikhlas dan perangai yang luhur?

Sahabat, mari kita asah kalbu dan hati kita agar bersinar mulia. Mari, kita bentuk ulir dan lekuk-lekuk jiwa kita dengan ketekunan agar menampilkan cahaya-Nya. Susunlah simpul-simpul itu, dengan jalinan keluhuran budi dan perilaku. Tempalah dengan kesungguhan diri, agar hati kita tak keras, dan menjadi lembut, luwes serta mampu memenuhi hati orang lain.

Percayalah, akan ada imbalan untuk semua itu. Amin.
Baca lanjutannya...
Copyright 2009 My Lovely Notes. All rights reserved.
Free WPThemes presented by Leather luggage, Las Vegas Travel coded by EZwpthemes.
Bloggerized by Miss Dothy | Distributed by Blogger Template Place